Tahap Perkembangan Psikoseksual (Freud)

Standar

images

Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido , digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari.
Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan.

1. Fase Oral
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok makan, atau menggigit kuku.
2. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.

3. Fase Phalic
Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama perasaan yang dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis bukan iri pengalaman penis.
Akhirnya, anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai alat vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud percaya bahwa penis iri tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak terpaku pada tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak akurat dan merendahkan perempuan. Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki mengalami perasaan rendah diri karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.
4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.
5. Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.

 

 

Tahap Perkembangan Psiko-Sosial (Erikson)

Standar

images

Dalam bukunya “Childhood and Society” (1963), Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “Delapan Tahap Perkembangan Manusia”.

Terdapat 8 jenis tahap-tahap perkembangan psikososial Erickson.

Psikososial Tahap 1
Trust vs Mistrust (kepercayaan vs kecurigaan)

Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun (infancy).
Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan rasa percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga (yang merawat) bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si penjaga, dia akan merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar.
Kegagalan mengembangkan rasa percaya menyababkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.

Psikososial Tahap 2
Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu.

Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa balita yang berlangsung mulai usia 1-3 tahun (early childhood).
Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun yang dia mau.
Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun sebalikny, jika anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang dia inginkan tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Sehingga orang tua dalam mendidik anak pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak. Karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.

Psikososial Tahap 3
Inisiatif vs kesalahan

Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age)
Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.
Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.

Psikososial Tahap 4
Kerajinan vs inferioritas

Tahap ini merupakan tahp laten usia 6-12 tahun (school age) ditingkat ini anak mulai keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga semua aspek memiliki peran misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil melalui tuntutan tersebut. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat baik pada tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua karakteristik yang ada. Dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.

Psikososial Tahap 5
Identitas vs kekacauan identitas

Tahap ini merupakan tahap adolense (remaja), dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 12-18 tahun/anak. Di dalam tahap ini lingkup lingkungan semakin luas, tidak hanya di lingkungan keluarga atau sekolah, namun juga di masyarakat. Pencarian jati diri mulai berlangsung dalam tahap ini. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut.

Psikososial Tahap 6
Keintiman vs isolasi

Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal (young adult), usia sekitar 18/20-30 tahun. Dalam tahap ini keintiman dan isolasi harus seimbang untuk memunculkan nilai positif yaitu cinta. Cinta yang dimaksud tidak hanya dengan kekasih melainkan cinta secara luas dan universal (misal pada keluarga, teman, sodara, binatang, dll).

Psikososial Tahap 7
Generatifitas vs stagnasi

Masa dewasa (dewasa tengah) ditempati oleh orang-orang yang berusia yang berusia sekitar 20 tahunan sampai 55 tahun (middle adult). Dalam tahap ini juga terdapat salah satu tugas yang harus dicapai yaitu dapat mengabdikan diri guna mencapai keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generatifitas) dengan tidak melakukan apa-apa (stagnasi). Harapan yang ingin dicapai dalam masa ini adalah terjadinya keseimbangan antara generatifitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generational dan otoritisme. Generational merupakan interaksi yang terjalin baik antara orang-orang dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme merupakan interaksi yang terjalin kurang baik antara orang dewasa dengan para penerusnya karena adanya aturan-aturan atau batasan-batasan yang diterapkan dengan paksaan.

Psikososial Tahap 8
Integritas vs keputus asaan

Tahap ini merupakan tahap usia senja (usia lanjut). Ini merupakan tahap yang sulit dilewati karena orang pada masa ini cenderung melakukan introspeksi diri. Mereka akan memikirkan kembali hal-hal yang telah terjadi pada masa sebelumnya, baik itu keberhasilan maupun kegagalan. Jika dalam masa sebelumnya orang tersebut memiliki integritas yang tinggi dalam segala hal dan banyak mencapai keberhasilan maka akan menimbulkan kepuasan di masa senja nya. Namun sebaliknya, jika orang tersebut banyak mengalami kegagalan maka akan timbul keputus asaan.

ADAKAH ANAK NAKAL ? APAKAH ANAK KU NAKAL ?

Standar

Pertanyaan itu pastilah pernah kita dengar atau pernah kita ucapkan ketika melihat anak kita sering kali membantah perintah kita, melanggar aturan-aturan yang telah kita terapkan bahkan mungkin sering kali membuat gara-gara agar emosi sang bunda atau sang ayah ‘buuuuummmm’ meledak.

Inikah yang terjadi….

“Kakaaak, kenapa pukul adik siih ?”

“Kamu berantem lagi dengan teman ?”

“Kenapa belum mandi, bunda kan menyuruh kamu dari tadi, kenapa sekarang kamu tak patuh ? ini sudah jam berapa, ayo cepat nanti kesiangan”

 Ya ampuuun, ini kan… handphone Ayah kenapa kamu lempar ?”

Bayi yang dulu lucu dan mengemaskan, semakin besar…semakin besar pula ‘ide’ nya membuat beragam polah yang bila kita sebagai orang tua tak mengerti maka makin hari makin membuat konflik antara anak dan orang tua.

Bermula dari ingin memperbaiki prilaku anak dan berniat demi kebaikan anak, orang tua terpaksa menghujani anak dengan kata-kata larangan dan teguran. Berawal dari “hati-hatiiii !, awas!, jangan!” kemudian meningkat menjadi “aduh, ya ampun”, dan bertambah meningkat lagi menjadi…”duuuh tobat nih anak, maunya apa sih”. ^_^

‘Menyelesaikan’ masalah dengan amarah, teriakan, bentakan dan ancaman dalam jangka panjang akan berdampak pada perkembangan kecerdasan emosional anak, tentu saja hal ini tak diharapkan oleh semua orang tua. Kekeliruan dalam pola asuh ketika kecil akan berdampak pada pembentukan karakter ketika si anak dewasa kelak.

Ayah dan Bunda…bila sepakat terlebih dahulu kita ubah kata ‘nakal’ ini untuk anak kita, tidak ada kata itu, yang ada adalah prilaku yang buruk atau kurang baik. Prilaku buruk itu bisa ada dan dilakukan ananda karena beberapa sebab;

  1. ‘Tangki Cinta Anak’ Debitnya Berkurang, artinya ketika anak berpisah dengan orang tua baik karena orang tua bekerja atau sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga (yang tak pernah habis ^_^), disitulah ananda meminta debit cintanya diisi atau dengan kata lain meminta ‘perhatian’. Anak akan merasa kurang perhatian bila waktu bersama ayah bundanya semakin sedikit (termasuk didalamnya sibuknya orang tua dengan Gadget ketika dirumah…setuju?) Berilah ananda pelukanlah, temanilah bermain, atau mendengarkan celoteh ananda tentang teman-temannya atau kejadian apapun yang ingin dia ceritakan.
  1. “Tangki Cinta Anak” Terbagi, artinya ananda merasa perhatian ayah bunda dan keluarga teralih pada adik bayi yang baru hadir, berempatilah dengan suara hatinya, ajaklah berkomunikasi bukan memarahinya ketika ananda marah. Pastikan adik bayi bukan ‘ancaman’ kasih sayang orang tua berkurang padanya.
  1. “Tangki Cinta Anak” Terisi Air Keruh, artinya sikap buruknya akibat pengaruh film yang yang sering ditontonnya atau bercermin perilaku orang tua dan lingkungan. Bila anak reaktif dan bersikap agresif kepada saudara atau temannya, mungkinkah ananda meniru kebiasaan orang tua dalam memperlakukan anak-anaknya. Bila ananda suka bertengkar dengan teman-temannya, apakah itu karena ananda meniru kita sebagai orang tua yang sering bertengkar di depan anak? Bila demikian ,ananda sedang memperingatkan kita untuk bersegera memperbaiki diri dan lebih bijak dalam menyelesaikan konflik dengan pasangan kita dan segera menyeleksi dahulu film atau tontonan lalu dampingilah. Saringlah penglihatan, pendengaran anak dan ‘isilah tangki cinta anak’ dengan ‘air jernih’.
  1. Orang tua belum mengetahui cara efektif mengisi “Tangki Cinta Anak” artinya orang tua tak paham cara memberikan informasi, aturan atau perintah yang efektif pada anak. Sehingga terkesan ananda tak patuh atau membangkang, nyatanya anak bisa jadi tak paham yang dimaksud orang tua atau ananda cepat lupa apa yang diperintahkan. Cara efektif adalah bahwa informasi diterima sesuai dengan ‘learning style’ nya. Lantas bagaimana kita bisa memahami ‘gaya belajar’ anak kita ?

-Apakah dia dominan Auditory (melalui pendengaran), apakah dia dominan Visual (dengan melihat sosok, media atau gambar) atau apakah dia dominan Kinestetik yang harus melihat contoh nyata dan mempraktekannya ?. Lakukan semua stimulasi, perintah atau aturan yang harus dia lakukan dengan mengadaptasi ketiga gaya tersebut, tak hanya kita memakai bahasa verbal saja namun sertakan media atau benda yang harus dia lakukan dan ajaklah anak sambil menyentuhnya, seiring dengan waktu kita akan mengetahui gaya yang paling dominan pada setiap anak. Sebagai contoh; “Nak, boleh sikat gigi dulu sebelum tidur, ini sikat giginya, yuuk…!” (sambil memberikan sikat gigi dan menuntunnya ke kamar mandi).

-Perkuat pula dengan Belief System (buka kembali materi Kangjend ^_^)

Yang harus diingat adalah…

  • Pakailah bahasa yang lembut, hangat namun tegas.
  • Tidak memberikan ‘labeling’ negative (seperti si lamban, si ceroboh dll).
  • Konsisten terhadap aturan mana yang boleh dan tidak.
  • Ayah dan Bunda kompak dalam menerapkan semua aturan.
  • Bersabar dan cintailah setiap proses perkembangan anak.

Beberapa anak kadang menghendaki penjelasan yang lebih, kenapa sebuah perintah atauran itu harus dilakukan, berilah penjelasan sampai dia mengerti.

Kesalahan dalam pola asuh inilah yang menimbulkan prilaku-prilaku buruk, bila tak segera diatasi dalam jangka waktu yang panjang akan melahirkan ‘kenakalan remaja’.

Sabar adalah amunisi bagi orang tua dalam mendidik buah hati kita agar mereka kelak menjadi pribadi bahagia, percaya diri, cerdas dan tangguh.

#GeniusParents #TangkiCintaAnak #BukanSekedarTeori

GeniusParents, setelah kita mengenali awal munculnya prilaku-prilaku anak, orang tua perlu pula mengenali awal munculnya gaya komunikasi yang sering kita pakai dan mengenali emosi-emosi yang menyertai isi pembicaraan kita untuk anak kita. Komunikator yang baik hanya menngenali lawan bicaranya, tapi juga mengenali diri dengan baik. Dengan mengenali diri sendiri, empati yang dibutuhkan dalam berkomunikasi dapat muncul.

GeniusParents, boleh mengisi panduan ini…

  1. Duduk tenang, jernihkan pikiran
  2. Tulis jawaban Anda untuk pertanyaan berikut ini:

– Ibu saya bicara kasar bila ………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

– Ayah saya bicara kasar bila ………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

– Hal menyenangkan yang pernah mereka katakan adalah………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

– Suara yang masih bergema di kepala saya saat mereka mengatakan ………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

  1. Baca kembali apa yang telah Anda tulis
  2. Ingat-ingat kembali, tanggapan orang tua Anda yang Anda sukai
  3. Indentifikasikan tanggapan orang tua Anda yang tak Anda sukai
  4. Tentukan bagaimana Anda akan mengubah hal yang tak menyenangkan menjadi hal yang menyenangkan agar semua yang Anda ucapkan pada anak bisa menjadi memori yang indah.
  5. Latihan diperlukan jika ucapan-ucapan yang tak menyenangkan di masa lalu masih sering diucapkan.

Komunikasi, pada intinya tak sekedar menyampaikan pesan melalui kata-kata. Komunikasi, pada hakikat adalah berbagi pikiran, gagasan dan perasaan dengan orang lain.

Berkomunikasi dengan anak memiliki nilai yang istimewa. Komunikasi yang baik memberikan landasan yang kuat bagi terbangunnya TRUST (kepercayaan), BONDING (kelekatan emosi) dan aspek-aspek perkembangan anak secara menyeluruh.

Komunikasi adalah salah satu jembatan pembentuk karakter anak. Komunikator pertama bagi anak adalah orang tua, darinya mereka meniru, bercermin dan terbentuk.

cropped-cover1.pngSalam semangat, Salam Genius Parents !!!

ADAKAH ANAK NAKAL ? APAKAH ANAK KU NAKAL ?

Standar

Pertanyaan itu pastilah pernah kita dengar atau pernah kita ucapkan ketika melihat anak kita sering kali membantah perintah kita, melanggar aturan-aturan yang telah kita terapkan bahkan mungkin sering kali membuat gara-gara agar emosi sang bunda atau sang ayah ‘buuuuummmm’ meledak.

Inikah yang terjadi….

“Kakaaak, kenapa pukul adik siih ?”

“Kamu berantem lagi dengan teman ?”

“Kenapa belum mandi, bunda kan menyuruh kamu dari tadi, kenapa sekarang kamu tak patuh ? ini sudah jam berapa, ayo cepat nanti kesiangan”

 Ya ampuuun, ini kan… handphone Ayah kenapa kamu lempar ?”

Bayi yang dulu lucu dan mengemaskan, semakin besar…semakin besar pula ‘ide’ nya membuat beragam polah yang bila kita sebagai orang tua tak mengerti maka makin hari makin membuat konflik antara anak dan orang tua.

Bermula dari ingin memperbaiki prilaku anak dan berniat demi kebaikan anak, orang tua terpaksa menghujani anak dengan kata-kata larangan dan teguran. Berawal dari “hati-hatiiii !, awas!, jangan!” kemudian meningkat menjadi “aduh, ya ampun”, dan bertambah meningkat lagi menjadi…”duuuh tobat nih anak, maunya apa sih”. ^_^

‘Menyelesaikan’ masalah dengan amarah, teriakan, bentakan dan ancaman dalam jangka panjang akan berdampak pada perkembangan kecerdasan emosional anak, tentu saja hal ini tak diharapkan oleh semua orang tua. Kekeliruan dalam pola asuh ketika kecil akan berdampak pada pembentukan karakter ketika si anak dewasa kelak.

Ayah dan Bunda…bila sepakat terlebih dahulu kita ubah kata ‘nakal’ ini untuk anak kita, tidak ada kata itu, yang ada adalah prilaku yang buruk atau kurang baik. Prilaku buruk itu bisa ada dan dilakukan ananda karena beberapa sebab;

  1. ‘Tangki Cinta Anak’ Debitnya Berkurang, artinya ketika anak berpisah dengan orang tua baik karena orang tua bekerja atau sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga (yang tak pernah habis ^_^), disitulah ananda meminta debit cintanya diisi atau dengan kata lain meminta ‘perhatian’. Anak akan merasa kurang perhatian bila waktu bersama ayah bundanya semakin sedikit (termasuk didalamnya sibuknya orang tua dengan Gadget ketika dirumah…setuju?) Berilah ananda pelukanlah, temanilah bermain, atau mendengarkan celoteh ananda tentang teman-temannya atau kejadian apapun yang ingin dia ceritakan.
  1. “Tangki Cinta Anak” Terbagi, artinya ananda merasa perhatian ayah bunda dan keluarga teralih pada adik bayi yang baru hadir, berempatilah dengan suara hatinya, ajaklah berkomunikasi bukan memarahinya ketika ananda marah. Pastikan adik bayi bukan ‘ancaman’ kasih sayang orang tua berkurang padanya.
  1. “Tangki Cinta Anak” Terisi Air Keruh, artinya sikap buruknya akibat pengaruh film yang yang sering ditontonnya atau bercermin perilaku orang tua dan lingkungan. Bila anak reaktif dan bersikap agresif kepada saudara atau temannya, mungkinkah ananda meniru kebiasaan orang tua dalam memperlakukan anak-anaknya. Bila ananda suka bertengkar dengan teman-temannya, apakah itu karena ananda meniru kita sebagai orang tua yang sering bertengkar di depan anak? Bila demikian ,ananda sedang memperingatkan kita untuk bersegera memperbaiki diri dan lebih bijak dalam menyelesaikan konflik dengan pasangan kita dan segera menyeleksi dahulu film atau tontonan lalu dampingilah. Saringlah penglihatan, pendengaran anak dan ‘isilah tangki cinta anak’ dengan ‘air jernih’.
  1. Orang tua belum mengetahui cara efektif mengisi “Tangki Cinta Anak” artinya orang tua tak paham cara memberikan informasi, aturan atau perintah yang efektif pada anak. Sehingga terkesan ananda tak patuh atau membangkang, nyatanya anak bisa jadi tak paham yang dimaksud orang tua atau ananda cepat lupa apa yang diperintahkan. Cara efektif adalah bahwa informasi diterima sesuai dengan ‘learning style’ nya. Lantas bagaimana kita bisa memahami ‘gaya belajar’ anak kita ?

-Apakah dia dominan Auditory (melalui pendengaran), apakah dia dominan Visual (dengan melihat sosok, media atau gambar) atau apakah dia dominan Kinestetik yang harus melihat contoh nyata dan mempraktekannya ?. Lakukan semua stimulasi, perintah atau aturan yang harus dia lakukan dengan mengadaptasi ketiga gaya tersebut, tak hanya kita memakai bahasa verbal saja namun sertakan media atau benda yang harus dia lakukan dan ajaklah anak sambil menyentuhnya, seiring dengan waktu kita akan mengetahui gaya yang paling dominan pada setiap anak. Sebagai contoh; “Nak, boleh sikat gigi dulu sebelum tidur, ini sikat giginya, yuuk…!” (sambil memberikan sikat gigi dan menuntunnya ke kamar mandi).

-Perkuat pula dengan Belief System (buka kembali materi Kangjend ^_^)

Yang harus diingat adalah…

  • Pakailah bahasa yang lembut, hangat namun tegas.
  • Tidak memberikan ‘labeling’ negative (seperti si lamban, si ceroboh dll).
  • Konsisten terhadap aturan mana yang boleh dan tidak.
  • Ayah dan Bunda kompak dalam menerapkan semua aturan.
  • Bersabar dan cintailah setiap proses perkembangan anak.

Beberapa anak kadang menghendaki penjelasan yang lebih, kenapa sebuah perintah atauran itu harus dilakukan, berilah penjelasan sampai dia mengerti.

Kesalahan dalam pola asuh inilah yang menimbulkan prilaku-prilaku buruk, bila tak segera diatasi dalam jangka waktu yang panjang akan melahirkan ‘kenakalan remaja’.

Sabar adalah amunisi bagi orang tua dalam mendidik buah hati kita agar mereka kelak menjadi pribadi bahagia, percaya diri, cerdas dan tangguh.

#GeniusParents #TangkiCintaAnak #BukanSekedarTeori

GeniusParents, setelah kita mengenali awal munculnya prilaku-prilaku anak, orang tua perlu pula mengenali awal munculnya gaya komunikasi yang sering kita pakai dan mengenali emosi-emosi yang menyertai isi pembicaraan kita untuk anak kita. Komunikator yang baik hanya menngenali lawan bicaranya, tapi juga mengenali diri dengan baik. Dengan mengenali diri sendiri, empati yang dibutuhkan dalam berkomunikasi dapat muncul.

GeniusParents, boleh mengisi panduan ini…

  1. Duduk tenang, jernihkan pikiran
  2. Tulis jawaban Anda untuk pertanyaan berikut ini:

– Ibu saya bicara kasar bila ………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

– Ayah saya bicara kasar bila ………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

– Hal menyenangkan yang pernah mereka katakan adalah………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

– Suara yang masih bergema di kepala saya saat mereka mengatakan ………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………………………………

  1. Baca kembali apa yang telah Anda tulis
  2. Ingat-ingat kembali, tanggapan orang tua Anda yang Anda sukai
  3. Indentifikasikan tanggapan orang tua Anda yang tak Anda sukai
  4. Tentukan bagaimana Anda akan mengubah hal yang tak menyenangkan menjadi hal yang menyenangkan agar semua yang Anda ucapkan pada anak bisa menjadi memori yang indah.
  5. Latihan diperlukan jika ucapan-ucapan yang tak menyenangkan di masa lalu masih sering diucapkan.

Komunikasi, pada intinya tak sekedar menyampaikan pesan melalui kata-kata. Komunikasi, pada hakikat adalah berbagi pikiran, gagasan dan perasaan dengan orang lain.

Berkomunikasi dengan anak memiliki nilai yang istimewa. Komunikasi yang baik memberikan landasan yang kuat bagi terbangunnya TRUST (kepercayaan), BONDING (kelekatan emosi) dan aspek-aspek perkembangan anak secara menyeluruh.

Komunikasi adalah salah satu jembatan pembentuk karakter anak. Komunikator pertama bagi anak adalah orang tua, darinya mereka meniru, bercermin dan terbentuk.

cropped-cover1.pngSalam semangat, Salam Genius Parents !!!

Tak Harus Sempurna Menjadi Ibu (seri#1 BusyMom)

Standar

Selama beberapa tahun ini, sering saya menerima para ibu hebat dengan kepedulian yang besar terhadap pengasuhan, pendidikan dan perkembangan anak.

“Anak kami kalo ngamuk seperti Gasing dan Peluit, berputar sampil menjerit, time out sudah kami terapkan hasilnya hanya sebentar dan kembali merajuk kembali ketika permintaannya tak kami kabulkan, bagaimana caranya agar anak kami bisa meminta sesuatu dengan wajar tanpa harus mengamuk seperti itu”

“Anak saya terlalu pesimis dan gampang menyerah, bagaimana membangkitkan motivasinya?”

“Kemarin setelah pemeriksaan, anak lelaki saya ternyata ADHD? bisa kah dia hidup normal?”

“Anak kami selalu membangkang, semua yang kami larang, dia lakukan, kami bingung harus seperti apa?”

Semua pertanyaan ini adalah sebagian kecil dari pertanyaan para orang tua yang ingin mencari jalan keluar  atau bahkan tak ingin ada masalah dalam pengasuhan anak-anaknya. Saya nyatakan tak ada pengasuhan yang tanpa tantangan (bisa dibaca masalah). Tantanganlah yang membuat kita mencari ilmu, solusi dan mendapat kebahagian jika semua bisa kita atasi. Saya yakini sekali lagi ya, jika satu tantangan terselesaikan, maka tantangan lain akan datang, knapa? Karena kita membesarkan makhluk hidup, makhluk yang hidup tumbuh dan berkembang, yaitu anak kita.

Bagi Anakpun setiap tahapan usianya adalah TANTANGAN. Dari mulai lahir, belajar merangkak, jalan, bicara dan seterusnya. Setiap tahapan petumbuhan dan perkembangan anak memerlukan stimulasi yang pas kadarnya, tak berlebih dan tak melampaui batas kemampuan kita dan anak kita. Pas Mantap !

Ketika Tantangan tak diterima sebagai sebuah Tantangan maka orang cenderung untuk menamakannya Masalah. Menamakannya Masalah akan membuat sedikit tekanan, menghela napas, dahi berkerut atau raut muka murung. Coba baca sekali lagi Tantangan atau Masalah. Saya pilih tantangan, anda ? ^_^

Ketika tantangan itu hadir, tak sedikit ibu yang kebingungan, stres dan merasa bukan ibu yang baik apalagi sempurna untuk anaknya. Sempurna? Kata sempurna pastilah dengan indikator-indikator yang harus dicapai, bertambahlah streslah  jika sang ibu tak bisa mengejar dan mencapainya. Tutup kata SEMPURNA itu (lain kali boleh dibuka dong ^_^)

Tak harus sempurna menjadi ibu cukup…

*Sabar dan tenang

*Tak apa-apa tak tahu segalanya, cukup cari ilmu jika perlu

*Nikmati setiap waktu bersama anak, karena masa itu cepat berlalu

*Pahami setiap anak berbeda

*Jangan terlalu memusingkan hal-hal kecil, biarkan tubuh anda sesekali santai

*Kenali anak sebagai seorang individu

*Seimbangkan prioritas anda

*Biarkan anak berkembang pada jalurnya

*Manfaatkan waktu setiap hari

*Tetap optimis terhadap segala hal

*Jangan lewatkan kebahagian menjadi ibu, nikmatilah !

*Minta bantuan jika memerlukan

Hanya itu? Yap! itu dulu…images

Mengapa Bunda di Jilbab ?

Standar

Sore yang cerah…seperti biasa anak-anak bermain bersama teman-temannya…bulak balik keluar masuk rumah…ada saja yang harus diambilnya…dari mulai perlengkapan perang-perangan si Jalu (Kakang), sampai masak-masakan si Bungsu Rayi…

Rumah kami yang ‘strategis’ 😀 sekali buka…seluruh isi rumah terlihat…taaaraaaa….

Sore itu…

Hampir saja ‘kecelakaan’ terjadi…haaah…apa tuuh…? tenang…tenang..bukan kecelakaan yang butuh obat merah, plester, atau alat P3K lainnya…tapi…

Rayi…membuka pintu rumah lebar tanpa menutupnya kembali dan… aku belum berjilbab…spontanlah ‘tarzan kota’ berkumandang….”rayiiiiiiii…” sambil segera meraih kerudung yang ada didekatku.

Rayi yang sedang berlari keluar… langsung berhenti…”ya buuun…”. “boleh kedalam dulu sebentar?”. Rayi mendekat, “ada apa bun?”. Rayi mendekat, “ya buun…?”. “Ray…boleh ga, Rayi menutup pintu kembali, apalagi Rayi mau keluar rumah, dengan pintu terbuka semua yang ada dirumah terlihat jelas oleh orang yang lewat, dan yang lebih ‘gawat’ lagi tadi bunda sedang melepas jilbab bunda, untung saja didepan rumah hanya ada anak-anak kecil teman Rayi…duuuh bunda tadi kaget, sampai agak keras pangil Rayinya…maaf ya..”

Rayi mengangguk…”Rayi juga minta maaf, ya bun?..tapi Rayi mau tanya, knapa bunda di Jilbab?”

“Nah, Rayi knapa pake kerudung ?” aku balik tanya. “hmmm…hmmm karena bunda ma teteh (ute) dikerudung juga…tapi Rayi kadang keluar suka lupa ga pake kerudung…kalo bunda kok heboh buuun…kan ga apa-apa kalo lupa…” jawab Rayi polos dan spontan.

“Hmmm…he..he..iya Ray…tapi bunda kan sudah dewasa, sudah punya buku catatan sendiri, Rayi ingetkan, bunda pernah cerita tentang “Akil Baliq ?”. Rayi mengangguk…”tapi buuun…Rayi ingin tau kenapa bunda di jilbab?”…Rayi tak sabar bertanya…entah apa yang ada dipikirannya…

“Bunda cuma punya satu alasan….karena Bunda yakin bunda tak kan bisa tahan merasakan api neraka kelak…yang panasnya berkali-kali lipat api yang ada di sini, di dunia…bunda kena percikan minyak panas sedikit saja sudah melepuh, apalagi direbus di air api neraka…hiiiiii….sepertinya membayangkan saja bunda sudah ngeri…”

Rayi diam dan wajahnya mengikuti ekspresi kengerianku…”iiihhhh serem” katanya pelan…

“oh..iya ya..bun..kan jilbab untuk kita disuruh Allah ya…hmm…hmmm…Rayi juga aaah…ga mau lupa lagi…sekarang Rayi mau main lagi ya…hm..hm..” sambil memegang kerudungnya seolah berkata..”aku juga pake…”

Sejak itu Rayi…hampir dipastikan dan tak perlu diingatkan bila keluar rumah untuk bermain atau pergi selalu berkerudung…tanpa ada paksaan…karena Allah pasti memberi kita jalan untuk “memaknai” suatu pembelajaraan..Alhamdulillah…

Dulu Ute sekarang Rayi…dua akhwat kecilku… mulanya mencontoh…sekarang memaknai…arti jilbabnya…mencintai dan membutuhkan jilbabnya…

Terima Kasih Allah…karena ENGKAU selalu memberiku…jalan…Alhamdulillah…

IMG_8716

 

3 Amulet kami…. Ute (20.01.2000), Kakang (04.04.2003), Rayi (04.03.2005)

 

Perkembangan emosi si 5 tahun…

Standar

cropped-cover1.pngUsia 5 tahun adalah masa Anak-anak prasekolah biasanya mengalami perasaan sulit terhadap orang tuanya, cinta yang kuat dan kecemburuan serta kebencian dan ketakutan bahwa perasaan marah dapat menyebabkan pengabaian. Lingkaran emosi ini, kebanyakan di luar kemampuan anak untuk menganalisa atau mengekspresikan, sering menemukan ungkapan dalam suasana hati yang sangat labil. Penyelesaian ”krisis” ini (proses berlangsung selama bertahun-tahun) melibatkan keputusan anak yang tidak terucapkan untuk menyamai orang tua bukannya bersaing dengan mereka. Permainan dan bahasa memelihara perkembangan pengendalian emosi dengan memperbolehkan anak-anak mengekspresikan emosi dan memainkan peran.1

Rasa ingin tahu tentang alat kelamin dan organ seksual orang dewasa adalah normal sebagaimana masturbasi. Masturbasi yang mempunyai kualitas mendorong (kompulsif) atau yang mengganggu aktivitas normal anak, berpura-pura berhubungan seksual pada permainan boneka atau dengan anak-anak lain, kesopanan yang ekstrim, atau meniru tingkah laku gairah orang dewasa, semuanya memberi kesan kemungkinan penyiksaan seksual. Kesopanan muncul secara bertahap pada anatar usia 4-6 tahun, dengan banyak variasi tergantung budaya dan keluarga. Orang tua harus mengajarkan kepada anaknya tentang daerah ”pribadi” sebelum masuk sekolah.

Pemikiran moral dibatasi oleh tingkat kognitif anak dan kemampuan bahasa, namun membangun jati diri anak secara terus-menerus dengan orang tuanya. Pada awal sebelum ulang tahun kedua, perasaan anak terhadap benar atau salah berpegang pada hasrat untuk mendapatkan persetujuan dari orang tuanya dan menghindari konsekuensi yang negatif. Perasaan hati anak dipengaruhi oleh pengaruh eksternal, anak belum dapat mengerti dalam diri mereka aturan sosial dan rasa keadilan. Setiap waktu, ketika anak diberikan nasehat dengan orang tuanya, kata-kata menggantikan perilaku yang agresif. Pada akhirnya, anak dapat menerima tanggung jawabnya sendiri.

Perbuatan dapat terjadi disebabkan oleh kerugian, bukan karena suatu maksud. Respon empati kepada orang lain yang distress muncul selama tahun kedua kehidupan, namun kemampuan untuk memikirkan cara pandang anak lainnya masih terbatas. Pada anak 4 tahun akan mengakui pentingnya untuk mengambil giliran, namun akan komplain jika ia tidak mendapat waktu yang cukup. Aturan cenderung absolut, dengan rasa bersalah sebagai akibat dari perbuatan yang salah, tanpa mengabaikan suatu maksud.

apa yang BENAR dari aku ya…?

Aku, Ute dan Matematika…bagai segitiga samakaki…

Standar

Aku, Ute dan Matematika…bagai segitiga samakaki…
oleh Evie Bunda Ute (Catatan) pada 1 November 2010 pukul 19:48

Aku, Ute dan Matematika bagai segitiga sama kaki…

Dua garis gen yang sama…bertemu dengan garis yang bernama Ma te mati ka…

Dua garis sama panjang yang tampak pasrah bertumpu pada satu garis seram ma te mati ka…

Satu sudut diatas dengan nilai derajat berbeda dengan sudut kembar dibawah adalah…harapan

Harapan kami pada angka-angka yang sering membuat kami berkeringat dingin…

Sudut harapan…satu harapan…kami ingin mencintai matematika

Segitiga sama kaki..dengan 2 garis yang sama…untuk aku dan ute…

Jika kami tak bersama…aku menjadi segitiga siku-siku

Dan Ute menjadi segitiga siku-siku pula…2 segitiga siku-siku yang sama

Jika orang bertanya berapa LUAS kasih sayangku pada Ute…maka ku jawab

1/2 alas x tinggi

karena aku adalah segitiga siku-siku…

wajahku..puisiku…matematikaku adalah ute…

jika kami bersama kembali maka kami menjadi segitiga sama kaki

Dengan LUAS kasih sayang 2 x (1/2 alas x tinggi)

Kini matematika tak lagi menjadi beban buat kami…

Aku, Ute dan Matematika…bagai segitiga samakaki…
oleh Evie Bunda Ute (Catatan) pada 1 November 2010 pukul 19:48

Aku, Ute dan Matematika bagai segitiga sama kaki…

Dua garis gen yang sama…bertemu dengan garis yang bernama Ma te mati ka…

Dua garis sama panjang yang tampak pasrah bertumpu pada satu garis seram ma te mati ka…

Satu sudut diatas dengan nilai derajat berbeda dengan sudut kembar dibawah adalah…harapan

Harapan kami pada angka-angka yang sering membuat kami berkeringat dingin…

Sudut harapan…satu harapan…kami ingin mencintai matematika

Segitiga sama kaki..dengan 2 garis yang sama…untuk aku dan ute…

Jika kami tak bersama…aku menjadi segitiga siku-siku

Dan Ute menjadi segitiga siku-siku pula…2 segitiga siku-siku yang sama

Jika orang bertanya berapa LUAS kasih sayangku pada Ute…maka ku jawab

1/2 alas x tinggi

karena aku adalah segitiga siku-siku…

wajahku..puisiku…matematikaku adalah ute…

jika kami bersama kembali maka kami menjadi segitiga sama kaki

Dengan LUAS kasih sayang 2 x (1/2 alas x tinggi)

Kini matematika tak lagi menjadi beban buat kami…

Buatku matematika bisa menjadi puisi

Hanya puisi yang bisa membuat kami mencintai matematika…IMG_0892

Hanya puisi yang bisa membuat kami mencintai matematika…

Stimulasi pada bayi umur 6-9 bulan (Sahabat Bunda – Galenia PreSchool & DayCare)

Standar
Stimulasi pada bayi umur 6-9 bulan (Sahabat Bunda – Galenia PreSchool & DayCare)
oleh Evie Bunda Ute pada 5 Desember 2011 pukul 19:24 ·

Stimulasi pada bayi umur 6-9 bulan

Stimulasi yang perlu dilanjutkan.

  • Menyangga berat.
  • Mengembangkan kontrol terhadap kepala.
  • Duduk

Merangkak

Letakkan sebuah mainan di luar jangkauan bayi, usahakan agar ia mau merangkak ke arah mainan dengan menggunakan kedua tangan dan lututnya.

Menarik ke posisi berdiri.

Dudukkan bayi di tempat tidur, kemudian tarik bayi ke posisi berdiri. Selanjutnya, lakukan hat tersebut di atas meja, kursi atau tempat lainnya.

Berjalan berpegangan.

Ketika bayi telah mrampu berdiri, letakkan mainan yang disukainya di depan bayi dan jangan terlalu jauh. Buat agar bayi mau berjalan berpegangan pads ranjangnya atau perabot rumah tangga untuk mencapai mainan tersebut.

Berjalan dengan bantuan. 

Pegang kedua tangan bayi dan bust agar ia mau melangkah.

  • Memegang benda dengan kuat.
  • Memegang benda dengan kedua tangannya.
  • Mengambil benda-benda kecil

Memasukkan benda ke dalam wadah.

Ajari bayi cara memasukkan mainan/ benda kecil ke dalam suatu wadah yang dibuat dari karton/kaleng/kardus/botol air mineral bekas. Setelah bayi memasukkan bends-beads tersebut ke dalam wadah, ajad cara mengeluarkan benda tersebut clan memasukkannya kembali. Pastikan benda-benda tersebut tidak berbahaya, seperti: jangan terialu kecil karena akan membuat tersedak bila benda itu tertelan.

Bermain “genderang”.

Ambit kaleng kosong bekas, bagian atasnya ditutup dengan plastik/kertas tebal seperti “genderang”. Tunjukkan cara memukul “genderang” dengan sendok/centong kayo hingga menimbulkan suara.

Memegang alat tulis dan mencoret-coret.

Sediakan krayon/pensil berwarna clan kertas bekas di atas meja. Dudukkan bayi di pangkuan anda, bantu bayi agar ia dapat memegang krayon/pensil clan ajarkan bagaimana mencoret-coret kertas.

Bermain mainan yang mengapung di air.

Buat mainan dari karton bekas/kotak/gelas plastik tertutup yang mengapung di air. Biarkan bayi main dengan mainan tersebut ketika mandi. Jangan biarkan bayi sendirian ketika mandilmain di air.

Membuat bunyi-bunyian.

Tangan kanan clan kid bayi masing-masing memegang mainan yang tidak dapat pecah (kubus/balok kecil). Bantu agar bayi membuat bunyi bunyian dengan cara memukul-mukul ke 2 benda tersebut.

Menyembunyikan dan mencari mainan.

Sembunyikan mainan/benda yang disukai bayi dengan cara ditutup selimut/koran, sebagian saja. Tunjukkan ke bayi cara menemukan mainan tersebut yaitu dengan mengangkat kain/koran penutup mainan. Setelah bayi mengerti permainan ini, maka tutup mainan tersebut dengan selimut/ koran, dan biarkan ia mencari mainan itu sendiri.

Stimulasi yang perlu dilanjutkan

  • Berbicara.
  • Mengenali berbagai suara.
  • Mencari sumber suara.
  • Menirukan kata-kata.

Menyebutkan nama gambar-gambar di buku/majalah.

Pilih gambar-gambar menarik yang berwarna-warni (misal: gambar binatang, kendaraan, meja, gelas dan sebagainya) dari buku/majalah bergambar yang sudah tidak terpakai. Sebut nama gambar yang anda tunjukkan kepada bayi. Lakukan stimulasi ini setiap had dalam beberapa menit saja.

Menunjuk dan menyebutkan nama gambar-gambar .

Tempelkan berbagai macam guntingan gambar yang menarik dan berwama-wami (misal: gambar binatang, mainan, slat rumah tangga, bungs, bush, kendaraan dan sebagainya), pads sebuah buku tulis/gambar. Ajak bayi melihat gambar2 tersebut, bantu ia menunjuk gambar yang namanya anda sebutkan. Usahakan bayi mau mengulangi kata-kata anda. Lakukan stimulasi ini setiap had dalam beberapa menit saja.

timulasi yang perlu dilanjutkan.

  • Memberi rasa aman dan kasih sayang.
  • Mengajak bayi tersenyum.
  • Mengayun
  • Bermain “Ciluk-ba”
  • Melihat di kaca

Permainan ’bersosialisasi’.

Ajak bayi bermain dengan orang lain. Ketika ayah pergi, lambaikan tangan ke bayi sambil berkata “da… daag”. Bantu bayi dengan gerakan membalas melambaikan tangannya. Setelah ia mengerti permainan tersebut, cobs agar bayi mau menggerakkan tangannya sendid ketika mengucapkan kata-kata seperti di atas

Info Lengkap untuk Mainan dan Media Tumbuh Kembang kunjungi Galenia PreSchool & DayCare Jl. Badak Singa no.8 Dago dan sahabat Bunda PreSchool & Day Care Komp. Bandung Indah Raya B1 no.9 Cipamokolan Bandung

Stimulasi pada bayi umur 3-6 bulan (Sahabat Bunda – Galenia PreSchool & DayCare)

Standar
Stimulasi pada bayi umur 3-6 bulan (Sahabat Bunda – Galenia PreSchool & DayCare)
oleh Evie Bunda Ute pada 5 Desember 2011 pukul 19:03 ·

Stimulasi pada bayi umur 3-6 bulan

Stimulasi perlu dilanjutkan.

  • Berguling-guling.
  • Menahan kepala tetap tegak.

Menyangga berat

Angkat badan bayi melalui bawah ketiaknya ke posisi berdiri. Perlahan-lahan turunkan badan bayi hingga kedua kaki menyentuh meja, tempat tidur atau pangkuan anda. Coba agar bayi mau mengayunkan badannya dengan gerakan naik turun serta menyangga sebagian berat badannya dengan kedua kaki bayi.

Mengembangkan fungsi kontrol terhadap kepala

Latih bayi agar otot-otot lehernya kuat. Letakkan bayi pada posisi telentang. Pegang kedua pergelangan tangan bayi, tarik bayi perlahan-lahan ke arah anda, hingga badan bayi terangkat ke posisi setengah duduk. Jika bayi belum dapat mengontrol kepalanya (kepala bayi tidak ikut terangkat), jangan lakukan latihan ini. Tunggu sampai otot-otot leher bayi lebih kuat.

Duduk

Bantu bayi agar bisa duduk sendiri. Mula-mula bayi didudukkan di kursi dengan sandaran agar tidak jatuh kebelakang. Ketika bayi dalam posisi duduk, beri mainan kecil ditangannya. Jika bayi belum bisa duduk tegak, pegang badan bayi. Jika bayi bisa duduk tegak, dudukkan bayi di lantai yang beralaskan selimut, tanpa sandaran atau penyangga.

Stimulasi yang perlu dilanjutkan.

  • Melihat, meraih dan menendang mainan gantung.
  • Memperhatikan benda bergerak
  • Melihat benda-benda kecil.
  • Meraba clan merasakan berbagai bentuk permukaan.

Memegang benda dengan kuat.

Letakkan sebuah mainan kecil yang berbunyi atau berwarna cerah di tangan bayi. Setelah bayi menggenggam mainan tersebut, tarik pelan-pelan untuk melatih bayi memegang benda dengan kuat.

Memegang benda dengan kedua tangan.

Letakkan sebuah benda atau mainan di tangan bayi clan perhatikan apakah ia memindahkan benda tersebut ke tangan lainnya. Usahakan agar tangan bayi, kiri dan kanan, masing-masing memegang benda pada waktu yang sama. Mula-mula bayi dibantu, letakkan mainan di satu tangan dan kemudian usahakan agar bayi mau mengambil mainan lainnya dengan tangan yang paling sering digunakan.

Makan sendiri

Beri kesempatan kepada bayi untuk makan sendiri, mula-mula berikan biskuitnya sehingga bayi bisa belajar makan biskuit.

Mengambil benda-benda kecil

Letakkan benda kecil seperti remah-remah makanan atau potongan-potongan biskuit di hadapan bayi. Ajari bayi mengambil benda-benda tersebut. Jika bayi telah mampu melakukan hat ini, jauhkan pil, obat dan benda kecil lainnya dari jangkauan bayi.

Stimulasi yang perlu dilanjutkan.

  • Berbicara.
  • Meniru suara-suara
  • Mengenali berbagai suara.

Mencari sumber suara

Ajari bayi agar memalingkan mukanya ke arah sumber suara. Mula-mula muka bayi dipegang dan dipalingkan perlahan-lahan ke arah sumber suara, atau bayi dibawa mendekati sumber suara.

Menirukan kata-kata.

Ketika berbicara dengan bayi, .ulangi beberapa kata berkali-kali dan usahakan agar bayi menirukannya. Yang paling mudah ditirukan oleh bayi adalah kata papa dan mama, walaupun ia belum mengerti artinya.

Stimulasi yang perlu dilanjutkan.

  • Memberi rasa aman dan kasih sayang
  • Mengajak bayi tersenyum.
  • Mengamati
  • Mengayun
  • Menina-bobokkan

Bermain “Ciluk-ba”

Pegang saputangan/kain atau koran untuk menutupi wajah anda dari pandangan bayi. Singkirkan penutup tersebut dari hadapan bayi dan katakan “ciluk ba” ketika bayi dapat melihat wajah anda kembali. Lakukan hal ini berulang kali. Yang penting, usahakan bayi tidak dapat melihat wajah anda untuk beberapa saat dan tiba-tiba wajah anda muncul kembali dengan gembira dan berseri-seri. Cara lain adalah mengintip bayi dari balik pintu atau tempat tidurnya.

Melihat dirinya di kaca

Pada umur

ini, bayi senang melihat dirinya di cermin. Bawalah bayi melihat dirinya di cermin yang tidak mudah pecah.

Berusaha meraih mainan

Letakkan sebuah mainan sedikit diluar jangkauan bayi. Gerak-gerakkan mainan itu didepan bayi sambil bicara kepadanya agar ia berusaha untuk mendapatkan mainan itu. Jangan terlalu lama membiarkan bayi berusaha meraih mainan tersebut, agar ia tidak kecewa.

Info Lengkap untuk Mainan dan Media Tumbuh Kembang kunjungi Galenia PreSchool & DayCare Jl. Badak Singa no.8 Dago dan sahabat Bunda PreSchool & Day Care Komp. Bandung Indah Raya B1 no.9 Cipamokolan Bandung

Ute (3 bulan) bersama Aki H.Mardjuki @Talaga Bodas-April 2000